Selasa, 13 September 2011

PENGHAPUS DOSA-DOSA

Apa saja yang dapat dilakukan seorang hamba untuk menghapus dosa-dosanya? Tentu dengan bertobat dan banyak beramal shalih. Sebab amal-amal shalih bisa menghapuskan dosa-dosa kecil. Dan dengan tauhid yang benar, dapat menjadi sebab dilampauinya dosa-dosa. Mengapa bisa demikian?

Itulah salah satu keutamaan tauhid, mampu menghapuskan dosa-dosa seorang hamba,sehingga merupakan sarana kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat. Namun, tentu saja ada syarat yang harus dipenuhi bagi seorang muslim yang ingin mendapat keutamaan tadi.

Jaminan Keamanan
Allah SWT berfirman, " Orang-orang yang beriman dan tidak menodai iman mereka dengan kezhaliman,mereka itulah orang-orang yang mendapat ketentraman dan mereka itu adalah orang-orang yang menepati jalan hidayah". ( QS. Al An'am (6):82)

Ayat inilah yang membuat para sahabat resah dan bertanya-tanya , karena siapakah yang tidak pernah berbuat zhalim? Hal itu dapat ditemukan dalam beberapa riwayat, salah satunya dari Ibnu Mas'ud, dia berkata, " Ketika ayat ini turun, para sahabat bertanya-tanya,'Siapakah diantara kita yang tidak pernah menzhalimi dirinya? Rasulullah saw pun bersabda, 'Bukan seperti yang kamu maksud,tidaklah kamu perhatikan perkataan Luqman,'Sesungguhnya mempersekutukan ( Allah ) benar-benar kezhaliman yang besar (QS.Luqman(31):31)'".

Mengapa syirik disebut kezhaliman? Karena syirik adalah perbuatan menempatkan suatu ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak menerimanya.

Ibnu Katsir berkata menafsirkan sural Al An'am:82," Maksudnya,mereka adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah SWT saja. Mereka tidak menyekutukannya sama sekali. Mereka itulah orang-orang yang tentram pada hari kiamat dan mendapat petunjuk di dunia dan akhirat".

Oleh karena itu, ayat tersebut memberikan kabar gembira berupa pemberian petunjuk dan jaminan keamanan dari siksa neraka bagi orang mukmin yang bertauhid dan tidak menodai imannya dengan syirik.

Tak Cukup Diucapkan
Kita sudah tahu bahwa syirik merupakan lawan tauhid. Permasalahannya, banyak umat Islam yang mengaku bertauhid namun baru sebatas ucapan saja. Padahal, jika hanya sekadar itu tidaklah cukup membuat seseorang mendapat jaminan surga di akhirat kelak.

Sebab, makna sebenarnya dari kalimat tauhid yang biasa diucapkan seseorang yang ingin masuk Islam adalah melepaskan diri dari setiap sesembahan dan bersungguh-sungguh dalam mengkhususkan diri dengan semua jenis ibadah hanya untuk Allah SWT semata, serta melakukan ibadah-ibadah tersebut sesuai cara yang dicintai dan diridhai-Nya.

Jika seorang muslim belum mengerjakannya atau hanya melakukan beberapa saja dan dia juga beribadah kepada selain Allah SWT, berarti dirinya telah merusak ibadahnya sendiri. Sehingga persaksian tentang kalimat tauhid tersebut tiada lagi berguna baginya.

Untuk lebih jelasnya, coba perhatikan hadits Rasulullah saw berikut ini: Ubadah bin Shamit menuturkan, Rasulullah saw bersabda, " Barangsiapa bersyahadat, bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, Rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya, serta bersyahadat pula bahwa surga itu benar adanya dan neraka pun benar adanya, maka Allah pasti memasukkannya ke dalam surga, betapapun amal yang pernah dilakukannya". ( HR. Bukhari dan Muslim )

Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari Itban, " Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan 'laa ilaaha illallah' dengan ikhlas semata-mata mengharap wajah Allah ".

Dari dua hadits tersebut, jelaslah bahwa seseorang tidak akan selamat dari api neraka dengan hanya mengucapkan kalimat," Laa ilaha illallah " saja. Orang yang beranggapan seperti itu berarti dia belum paham makna " Laa ilaha illallah ".

Rasulullah saw bersabda, " Barangsiapa mengucapkan, 'Laa ilaha illallah' dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang hisab ( perhitungan )nya adalah terserah kepada Allah".

Hadits itu termasuk hal terpenting yang menjelaskan pengertian, " Laa ilaha illallah ". Sebab apa yang dijadikan Rasulullah saw sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekadar mengucapkan kalimat " Laa ilaha illallah " itu, bukan pula dengan mengerti makna dan lafadznya, bukan pula dengan mengakui kebenaran kalimat tersebut, bahkan bukan juga tidak meminta kecuali kepada Allah saja, yang tiada sekutu bagi-Nya.

Akan tetapi tidaklah haram dan terlindung harta dan darahnya hingga dia menambahkan kepada pengucapan kalimat " Laa ilaha illallah" itu pengingkaran kepada segala sesembahan selain Allah. Jika dia masih ragu atau bimbang,maka belumlah haram dan terlindung harta dan darahnya.

Rasulullah saw bersabda, " Allah berfirman,'Hai Anak Adam,seandainya kamu datang kepadaku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan kamu ketika mati ( berjumpa dengan-Ku ) berada dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Ku, niscaya aku akan memberikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula '". ( Hadits Riwayat At-Tirmidzi )

Nah, sudah seharusnya tauhid tersebut kita murnikan agar mendapatkan keistimewaannya yang mampu menghapuskan dosa-dosa.
Shafa Kazhimah
Maraji:
Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh, Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid ( edisi revisi ), cet.IV, Pustaka Azzam, Jakarta 2003

Diketik ulang dari: Majalah Nikah Vol.5, No.2, Mei 2006, hal.32-33

KEPADA SUAMI ISTERI YANG MUSLIM

Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasulullah, para keluarga dan para sahabat beliau, serta kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau sampai hari pembalasan.

Sesunggunhya Allah telah memberikan ni’mat kepada hamba-hambaNya dengan disyari’atkannya perkawinan, karena di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak dan dampak yang baik.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-rum 21).

Perkawinan merupakan batu bata (bahan bangunan) yang baik untuk membangun keluarga yang shaleh dalam masyarakat. Islam telah mengatur kehidupan suami-isteri dengan suatu sistem yang indah dari Robb yang Maha bijaksana dan Maha mengetahui. Islam telah memberikan penjelasan tentang ukuran-ukuran kehidupan suami-isteri yang bahagia yang menghantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Para suami isteri yang muslim –semoga Alah memberi taufiq kepada anda berdua untuk setiap kebaikan- hendaknya mengetahui, bahwa mewujudkan kebahagiaan ini merupakan sesuatu yang mudah bagi yang dimudahkan oleh Allah.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (At-thalaq : 4).

Mereka hanya dituntut untuk bertakwa kepada Allah dengan seluruh makna yang terkandung dalam kata takwa tersebut, karena takwa kepada Allah merupakan dasar untuk setiap kebaikan.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaannya itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (At-Taubah : 109).

Para suami isteri hendaknya menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya bagi mereka, dan memperhatikan untuk melakukan pergaulan yang ma’ruf antara keduanya. Pada saat itu akan tercipta kebahagiaan suami isteri dengan pertolongan Allah. Keduanya akan memetik buahnya yang indah, dan anak-anak akan terdidik bersama dua orang shaleh dan bahagia. Dengan demikian akan tumbuh suatu keluarga yang baik, sebagaimana akan tumbuh suatu masyarakat muslim yang bahagia. Segala puji bagi Allah atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita berupa hukum-hukum syari’at yang tinggi yang menghantarkan kita kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sebagai penutup, saya berikan kepada para suami isteri suatu hadiah yang diambil dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Semoga hadiah ini –dengan pertolongan Allah dan taufiqNya- akan menjadi cahaya yang menyinari mereka berdua.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang beberapa sifat para hambaNya :
“Dan orang-orang yang berkata : ‘Ya Robb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-furqan: 74).

Dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
“Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik terhadap para isterinya.” (Riwayat Turmizi, dan katanya : hadits hasan shahih).

Dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda :
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Amir adalah pemimpin, dan orang laki-laki adalah pemimpin keluarganya. Orang perempuan adalah pemimpin rumah dan anak-anak suaminya. Maka setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.” (muttafaq alaih).

Saya memohon kepada Allah agar memberi taufiq kepada setiap suami-isteri yang muslim untuk setiap hal yang dicintai dan diridhainya, menjadikan keduanya bahagia di dunia dan akhirat, dan memberikan kepada mereka keturunan yang baik, serta menjadikan keturunan tersebut enak dan sedap di pandang oleh kedua orang tua mereka. Sesungguhnya Robbku Maha dekat, Maha mengabulkan dan Maha mendengarkan do’a.

(Dinukil dari : نصائح و توجيهات إلى الأسرة المسلمة

Edisi Indonesia "Beberapa Nasehat Untuk Keluarga Muslim". Karya Yusuf Bin Abdullah At-Turki)

Hati-Hati Hindari Kebangkrutan !

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?" Para shahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah seorang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda". Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa dan zakatnya, (tapi ketika hidup di dunia) dia mencaci orang lain, menuduh orang lain, memakan harta orang lain (secara bathil), menumpah kan darah orang lain (secara bathil) dan dia memukul orang lain, lalu dia diadili dengan cara kebaikannya dibagi-bagikan kepada orang ini dan kepada orang itu (yang pernah dia zhalimi). Sehingga apabila seluruh pahala amal kebaikan nya telah habis, tapi masih ada orang yang menuntut kepadanya, maka dosa-dosa mereka (yang pernah dia zhalimi) ditimpakan kepadanya dan (pada akhirnya) dia dilemparkan ke dalam neraka." (HR. Ibnu Hibban, Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad dan selain mereka)

Hadits yang mulia ini memberikan pelajaran berharga yang amat banyak pada kita , di antaranya:

1. Bertanya jawab merupakan cara efektif dalam memperoleh ilmu, karena ilmu yang dijelaskan oleh seorang guru/pengajar dengan cara ini akan mudah diingat dan diserap oleh murid. Mengenai hadits yang berisi tanya jawab, maka jumlahnya cukup banyak, seperti hadits Jibril yang mengajarkan kaum Muslimin tentang Iman, Islam, Ihsan dan tanda-tanda hari Kiamat dan hadits-hadits yang lainnya.

2. Hendaklah kita berhati-hati terhadap peringatan dan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena setiap larangan dan peringatannya berdampak sangat berat, Allah subhanahu wata’ala berfirman,
63. Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. QS. An-Nur/24:63).

Maka bersegeralah memenuhi panggilan dan seruan Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam, karena umat yang tanggap terhadap perintah dan seruannya dijamin masuk surga. Beliau bersabda, "Setiap ummatku dijamin masuk surga kecuali orang yang enggan". Para shahabat bertanya, “Siapa yang enggan masuk surga ya Rasulullah?” Beliau menjawab, "Siapa yang mena'atiku pasti masuk surga dan siapa yang durhaka kepadaku itulah orang yang enggan masuk surga"
(HR. al-Bukhari dan selainnya).

3. Seorang hamba yang membawa pahala shalat, zakat, puasa dan ibadah lainnya belum tentu bisa menikmati pahala-pahalanya tersebut di akhirat kelak kalau dia suka menzhalimi orang lain ketika hidup di dunia. Sebab orang-orang yang terzhalimi akan datang ke hadapan Allah subhanahu wata’ala untuk menuntut orang yang menzaliminya, lalu pahala-pahala orang yang berbuat zhalim itu dilimpahkan kepada orang-orang yang pernah dia zalimi, sehingga seluruh pahalanya habis dan tiada satu pun yang tersisa untuknya. Namun masih ada orang yang datang kepadanya untuk menuntut, sehingga Allah subhanahu wata’ala pun melimpahkan dosa-dosa orang tersebut untuk dipikulnya. Maka akhirnya dia memikul dosa-dosa orang lain lalu dia dilemparkan ke dalam neraka, wal'iyâdzu billâh.

4. Orang bangkrut yang sebenar nya bukanlah orang yang bangkrut ketika hidup di dunia ini, tapi bangkrut pada hari Kiamat kelak, sebab kebangkrutan di dunia ini masih bisa diatasi dan pasti ada jalan keluarnya kalau dia menghadapinya dengan ketaqwaan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” (QS. 65:2). Dan dalam lanjutan ayat, “Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. 65:4).

Adapun kebangkrutan pada hari Kiamat kelak tidak ada solusinya dan tiada jalan keluar yang bisa dilakukan selain dilempar dan dibenamkan ke dalam neraka, wal'iyâdzu billâh.

5. Jangan menyia-nyiakan pahala amal ibadah dengan melakukan tindakan zhalim pada orang lain yang akan menyebabkan kebangkrutan di hari Kiamat kelak. Karena pada intinya tidak ada hutang yang gratis, orang yang berhutang pasti membayar hutangnya, baik secara tunai di dunia atau dibayar nanti di akhirat kelak dengan pahala. Dan semua bentuk kazhaliman harus segera diselesaikan ketika nyawa masih menyatu dengan jasad kita, karena kalau tidak segera diselesaikan maka akan mengakibat kan seseorang bangkrut di akhirat kelak, wal'iyâdzu billâh.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa melakukan kezhaliman pada saudaranya atas kehormatannya atau apa pun bentuknya, maka hendaklah dia minta kehalalan atas tindakan zhalimnya itu selagi hidup pada hari ini (di dunia ini) sebelum dinar dan dirham (harta kekayaan) tidak bermanfaat lagi, (jika tidak) maka (di akhirat kelak) amal shalihnya diambil sesuai kadar kezhaliman (untuk tebusannya), dan jika dia tidak memiliki amal shalih, maka diambil sebagian dosa-dosa saudaranya lalu dibebankan padanya" (HR. al-Bukhari)

6. Bentuk-bentuk tindakan zhalim yang menyebabkan kebangkrutan pada hari Kiamat kelak banyak sekali, di antaranya sebagai berikut:
• Tidak menjaga lisannya dari mencela, menghina, mencerca, mencaci maki, menggunjing, mengadu domba, memfitnah, menuduh, mencari-cari kesalahan orang lain dan lain-lainnya. Secara umum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang diridhai Allah, tanpa dia sadari Allah mengangkat derajatnya karena ucapannya itu, dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang dimurkai Allah, tanpa dia sadari Allah menjebloskan dia ke dalam neraka karena ucapannya itu" (HR.al-Bukhari)

Dalam riwayat lain beliau bersabda, "Bukanlah akhlaq seorang mukmin melakukam tha'an, melaknat, dan mengucapkan perkataan yang keji lagi kotor". (HR.al-Bukhari).

Tha'an adalah tindakan zalim dari seorang yang suka merendahkan kehormatan orang lain, suka mencela, mencaci, menghina, menggunjing, mengadu domba, memfitnah dan lain sebagainya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
"Mencaci maki seorang muslim adalah tindakan fasik dan memeranginya adalah kekufuran." (HR.Muslim)

Diriwayatkan dari Tsabit adh- Dhahak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Melaknat seorang mukmin itu seperti membunuhnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dosa menggunjing (menyebut kejelekan orang lain) digambarkan oleh Al-Qur`an seperti seorang yang memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Karena itu janganlah engkau jadikan daging saudaramu sebagai santapan, kehormatannya sebagai minuman bagimu, 'aib dan kekurangan nya sebagai buah-buahan dan manisan yang menyempurnakan hidangan majlismu.

• Mengambil hak saudaranya dengan cara yang batil dan sewenang-wenang; seperti memakan harta saudaranya, tidak membayar hutang kepada saudaranya, menyerobot tanah saudaranya, menipu dalam jual beli, tidak amanah dalam tugas dan pekerjaan, menipu dan bersumpah palsu untuk mendapatkan sesuatu dan lain sebagainya.

• Menumpahkan darah saudara nya tanpa alasan yang haq, karena kehancuran dunia dan seisinya jauh lebih ringan daripada tertumpahnya darah seorang muslim (dengan cara yang bathil). Memerangi saudaranya sesama muslim merupakan bentuk kekufuran, balasan bagi orang yang membunuh saudaranya adalah neraka, dan lain sebagainya bentuk ancaman bagi siapa saja yang menumpahkan darah saudaranya dengan cara yang bathil.

• Menyakiti orang lain baik dengan cara memukul, melukai fisik, perasaan dan hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Seorang muslim yang baik adalah yang menjaga tangan dan lisannya sehingga tidak menyakiti saudara muslimnya yang lain" (HR. al-Bukhari, Muslim dan selain keduanya)

• Dan masih banyak lagi bentuk kezhaliman yang bisa menyebabkan seseorang bangkrut di hari Kiamat kelak.


Semoga Allah subhanahu wata’ala menjaga kita dari tindakan zhalim, mengampuni segala kekeliruan dan dosa-dosa kita, dan marilah kita mengingat-ingat apakah kita pernah menzhalimi orang lain? Kalau pernah mari segera kita selesaikan selagi nyawa kita masih menyatu dengan jasad kita, sebelum matahari terbit dari barat, sebelum nyawa sampai di tenggorokan.

Sebagai penutup mari kita renungi firman Allah subhanahu wata’ala berikut ini,
"Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri." (QS. an-Nisaa’:111).

(Abu Abdillah Dzahabi Isnen Azhar)

Antara Ujub dab Riyaa`

Betapa banyak diantara kita yang berusaha untuk berlari kencang menjauhi riyaa' karena takut amalan kita hancur lebur terkena penyakit riya. Akan tetapi pada waktu yang bersamaan jiwa kita terulurkan dalam dekapan ujub, bangga dengan amalan
yang telah kita lakukan, bangga dengan ilmu yang telah kita miliki, bangga dengan keberhasilan dakwah kita. bangga dengan kalimat-kalimat indah yang kita rangkai, dst !

Rasulullah bersabda:
"Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri" (HR at-Thobroni dalam Al- Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al- Albani dalam as-shahihah no 1802)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
"Dan sering orang-orang menggandengkan antara riyaa' dan ujub. Riyaa termasuk bentuk kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah kepada
orang lain-pen) adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri sendiri (yaitu merasa dirinyalah atau kehebatannyalah yang membuat ia bisa berkarya).
Ini merupkan kondisi orang yang sombong.

Ibnul Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan seorang salaf,
"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan sebuah dosa, dan dengan dosa tersebut menyebabkan ia masuk surga. Dan seorang hamba benar-benar melakukan sebuah kebaikan yang menyebabkannya masuk neraka. “

Ia melakukan dosa dan dia senantiasa meletakkan dosa yang ia lakukan tersebut
di hadapan kedua matanya, senantiasa merasa takut, khawatir, senantiasa menangis dan menyesal, senantiasa malu kepada Robb-Nya, menunudukan kepalanya
dihadapan Robbnya dengan hati yang luluh. Maka jadilah dosa tersebut sebab yang mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungannya. Hingga dosa
tersebut lebih bermanfaat baginya daripada banyak ketaatan…


Dan seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan yang menjadikannya senantiasa merasa telah berbuat baik kepada Robbnya dan menjadi takabbur dengan
kebaikan tersebut, memandang tinggi dirinya dan ujub terhadap dirinya serta membanggakannya dan berkata : Aku telah beramal ini, aku telah berbuat itu. Maka hal itu mewariskan sifat ujub dan kibr (takabur) pada dirinya serta sifat bangga dan sombong yang merupakan sebab kebinasaannya…" (Al-Wabil As-Shoyyib 9-10)
Dikutip dari ebook :
“ Antara Ujub dan Riya “ tulisan al-Ustadz Firanda Andirja

Kamis, 04 Agustus 2011

Abu Dzar Al-Ghifari


















Ia datang ke Makkah sambil terhuyung-huyung, namun sinar matanya bersinar bahagia. Memang, sulitnya perjalanan dan teriknya matahari yang menyengat tubuhnya cukup menyakitkan. Namun tujuan yang hendak dicapainya telah meringankan penderitaan dan meniupkan semangat kegembiraan.

Ia memasuki kota dengan menyamar seolah-olah hendak melakukan thawaf mengelilingi berhala-berhala di sekitar Ka'bah, atau seolah-olah musafir yang sesat dalam perjalanan, yang memerlukan istirahat dan menambah perbekalan.

Padahal seandainya orang-orang Makkah tahu bahwa kedatangannya itu untuk menjumpai Nabi Muhammad SAW dan mendengarkan keterangan beliau, pastilah mereka akan membunuhnya.

Ia terus melangkah sambil memasang telinga, dan setiap didengarnya orang mengatakan tentang Rasulullah, ia pun mendekat dan menyimak dengan hati-hati. Sehingga dari cerita yang tersebar di sana-sini, diperolehnya petunjuk yang dapat mengarahkannya ke kediaman Nabi Muhammad dan mempertemukannya dengan beliau.

Pada suatu pagi, lelaki itu, Abu Dzar Al-Ghifari, pergi ke tempat tersebut. Didapatinya Rasulullah sedang duduk seorang diri. Ia mendekat kemudian menyapa, "Selamat pagi, wahai kawan sebangsa."

"Wa alaikum salam, wahai sahabat," jawab Rasulullah.

"Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda!"

"Ia bukan syair hingga dapat digubah, tetapi Al-Qur'an yang mulia," kata Rasulullah, kemudian membacakan wahyu Allah SWT.

Tak berselang lama, Abu Dzar berseru, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bahwa bersaksi bahwa engkau adalah hamba dan utusan-Nya."

"Anda dari mana, kawan sebangsa?" tanya Rasulullah.

"Dari Ghifar," jawabnya.

Bibir Rasulullah menyunggingkan senyum dan wajahnya diliputi rasa kagum dan takjub. Abu Dzar juga tersenyum, karena ia mengetahui rasa terpendam di balik kekaguman Rasulullah setelah mendengar bahwa orang yang telah mengaku Islam di hadapannya secara terus terang itu adalah seorang laki-laki dari Ghifar.

Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tidak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi contoh perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tak jadi soal bagi mereka. Dan celakalah orang yang kesasar atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam.

Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada yang disukainya..."

Benar, Allah menunjuki siapa saja yang Dia kehendaki. Abu Dzar adalah salah seorang yang dikehendaki-Nya memperoleh petunjuk, orang yang dipilih-Nya akan mendapat kebaikan. Ia termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam. Urutannya di kalangan Muslimin adalah yang kelima atau keenam. Jadi ia telah memeluk agama itu di masa-masa awal, hingga keislamannya termasuk dalam barisan terdepan.

Lelaki yang bernama Jundub bin Junadah ini termasuk seorang radikal dan revolusioner. Telah menjadi watak dan tabiatnya menentang kebatilan di mana pun ia berada. Dan kini kebatilan itu nampak di hadapannya, berhala-berhala yang disembah oleh para pemujanya—orang-orang yang merendahkan kepala dan akal mereka.

Baru saja masuk Islam, ia sudah mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya saya kerjakan menurut anda?"

"Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!" jawab Rasulullah.

"Demi Tuhan yang menguasai jiwaku," kata Abu Dzar, "Saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam di depan Ka'bah."

Ia pun menuju menuju Haram dan menyerukan syahadat dengan suara lantang. Akibatnya, ia dipukuli dan disiksa oleh orang-orang musyrik yang tengah berkumpul di sana. Rasulullah kembali menyuruhnya pulang dan menemui keluarganya. Ia pun pulang ke Bani Ghifar dan mengajak sanak kerabatnya memeluk agama baru ini.

Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin telah berhijrah ke Madinah dan menetap di sana, pada suatu hari, barisan panjang yang terdiri atas para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota. Kalau bukan karena takbir yang mereka teriakkan dengan suara bergemuruh, tentulah yang melihat akan menyangka mereka adalah pasukan tentara musyrik yang akan menyerang kota.

Begitu rombongan besar itu mendekat, lalu masuk ke dalam kota dan masuk ke Masjid Rasulullah, ternyata mereka tiada lain adalah kabilah Bani Ghifar. Semuanya telah masuk Islam tanpa kecuali; laki-laki, perempuan, orang tua, remaja dan anak-anak.

Rasulullah semakin takjub dan kagum. Beliau bersabda, "Takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar. Benar batinnya, benar juga lahirnya. Benar akidahnya, benar juga ucapannya."

Pada suatu ketika, Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan kepadanya. "Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil upeti untuk diri mereka?"

Ia menjawab, "Demi Allah yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku!"

"Maukah kau kutunjukkan jalan yang lebih baik dari itu? Bersabarlah hingga kau menemuiku!"

Abu Dzar akan selalu ingat wasiat guru dan Rasul ini. Ia tidak akan menggunakan ketajaman pedang terhadap para pembesar yang mengambil kekayaan dari harta rakyat sebagaimana ancamannya dulu. Namun ia juga tidak akan bungkam atau berdiam diri mengetahui kesesatan mereka.

Ketika kepemimpinan Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin telah berlalu, dan godaan harta mulai menjangkiti para pembesar dan penguasa Islam, Abu Dzar turun tangan. Ia pergi ke pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, dengan lisannya yang tajam dan benar untuk merubah sikap dan mental mereka satu per satu.

Dalam beberapa hari saja tak ubahnya ia telah menjadi panji-panji yang di bawahnya bernaung rakyat banyak dan golongan pekerja, bahkan sampai di negeri jauh yang penduduknya pun belum pernah melihatnya. Nama Abu Dzar bagaikan terbang ke sana, dan tak satu pun daerah yang dilaluinya, bahkan walaupun baru namanya yang sampai ke sana, sudah menimbulkan rasa takut dan ngeri pihak penguasa dan golongan berharta yang berlaku curang.

Penggerak hidup sederhana ini selalu mengulang-ulang pesannya, dan bahkan diulang-ulang juga oleh para pengikutnya, seolah lagu perjuangan. "Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, menyeterika kening dan pinggang mereka di hari kiamat!"

Abu Dzar telah mencurahkan segala tenaga dan kemampuannya untuk melakukan perlawanan secara damai dan menjauhkan diri dari segala kehidupan dunia. Ia menjadi maha guru dalam seni menghindarkan diri dari godaan jabatan dan harta kekayaan.

Abu Dzar mengakhiri hidupnya di tempat sunyi bernama Rabadzah, pinggiran Madinah. Ketika menghadapi sakaratul maut, istrinya menangis di sisinya. Ia bertanya, "Apa yang kau tangiskan, padahal maut itu pasti datang?"

Istrinya menjawab, "Karena engkau akan meninggal, padahal kita tidak mempunyai kain kafan untukmu!"

"Janganlah menangis," kata Abu Dzar, "Pada suatu hari, ketika aku berada di majelis Rasulullah bersama beberapa sahabat, aku mendengar beliau bersabda, 'Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir liar, dan disaksikan oleh serombongan orang beriman.'

Semua yang ada di majelis itu sudah meninggal di kampung, di hadapan kaum Muslimin. Tak ada lagi yang masih hidup selain aku. Inilah aku sekarang, menghadapi sakaratul maut di padang pasir. Maka perhatikanlah jalan itu, siapa tahu kalau rombongan orang-orang beriman itu sudah datang. Demi Allah, aku tidak bohong, dan tidak juga dibohongi!"

Ruhnya pun kembali ke hadirat Ilahi... Dan benarlah, ada rombongan kaum Muslimin yang lewat yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas'ud. Sebelum sampai ke tujuan, Ibnu Mas'ud melihat sosok tubuh terbujur kaku, sedang di sisinya terdapat seorang wanita tua dan seorang anak kecil, kedua-duanya menangis.

Ketika pandangan Ibnu Mas'ud jatuh ke mayat tersebut, tampaklah Abu Dzar Al-Ghifari. Air matanya mengucur deras. Di hadapan jenazah itu, Ibnu Mas'ud berkata, "Benarlah ucapan Rasulullah, anda berjalan sendirian, mati sendirian, dan dibangkitkan kembali seorang diri!"
Redaktur: cr01
Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
www.republika,co.id

Rabu, 03 Agustus 2011

Keutamaan Bersabar





























Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa seorang wanita datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : Ya Rasulullah ! sungguh saya ini sering terkena ayan dan ( ketika terkena ayan ) aurat saya terbuka, maka berdo’alah untuk saya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : jika kamu berkehendak ( agar untuk bersabar ), maka kamu bersabar dan kamu akan mendapatkan surga, dan jika kamu berkehendak ( agar saya berdo’a ) maka saya akan berdo’a kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu. Maka wanita itu menjawab : saya akan bersabar, lalu berkata lagi : tetapi aurat saya sering terbuka ( ketika penyakit ini datang ) oleh karena itu do’akanlah agar aurat saya tidak terbuka, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a untuknya.HR. Bukhari dan Muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : sungguh menakjubkan segala perkara orang yang beriman, dan semua itu baik baginya dan hal itu tidak dimiliki oleh selain orang yang beriman : yaitu jika ia mendapatkan kebaikan atau kesenangan maka dia akan bersyukur dan yang sedemikian itu baik baginya, dan jika ia terkena hal yang tidak menyenangkan ( mara bahaya ) maka dia bersabar dan hal yang sedemikian itu baik baginya. HR. Muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : tidaklah ada sesuatu yang menimpa seorang muslim ( baik sesuatu itu berupa ) kelelahan, penyakit, kegundahan, kesedihan, atau sesuatu yang menyakitkannya sampai duri yang menimpanya kecuali Allah menggugurkan sebagian dosa-dosanya karena mushibah tersebut. HR. Bukhari dan Muslim
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : tidaklah seorang muslim tertimpa sesuatu yang menyakitkannya kecuali Allah menggugurkan dosa-dosanya, sebagaimana gugurnya ( berjatuhannya ) daun-daun pepohonan. HR. Bukhari dan Muslim.